watch sexy videos at nza-vids!
WWW.CERITAINDO.SEXTGEM.COM

Find us On Facebook and Twitter
facebook.jpg | twitter.jpg

Cerita sexs
birahi adik ipar yg tertunda

"Masak apa Yen?" kataku sedikit mengejutkan
adik iparku, yang saat itu sedang berdiri sambil
memotong-motong tempe kesukaanku di meja
dapur.
"Ngagetin aja sih, hampir aja kena tangan nih,"
katanya sambil menunjuk ibu jarinya dengan
pisau yang dipegangnya.
"Tapi nggak sampe keiris kan?" tanyaku
menggoda.
"Mbak Ratri mana Mas, kok nggak sama-sama
pulangnya?" tanyanya tanpa menolehku.
"Dia lembur, nanti aku jemput lepas magrib,"
jawabku.
"Kamu nggak ke kampus?" aku balik bertanya.
"Tadi sebentar, tapi nggak jadi kuliah. Jadinya
pulang cepat."
"Aauww," teriak Yeyen tiba-tiba sambil
memegangi salah satu jarinya. Aku langsung
menghampirinya, dan kulihat memang ada
darah menetes dari jari telunjuk kirinya.
"Sini aku bersihin," kataku sambil
membungkusnya dengan serbet yang aku raih
begitu saja dari atas meja makan.
Yeyen nampak meringis saat aku menetesinya
dengan Betadine, walau lukanya hanya luka
irisan kecil saja sebenarnya. Beberapa saat aku
menetesi jarinya itu sambil kubersihkan sisa-
sisa darahnya. Yeyen nampak terlihat canggung
saat tanganku terus membelai-belai jarinya.
"Udah ah Mas," katanya berusaha menarik
jarinya dari genggamanku. Aku pura-pura tak
mendengar, dam masih terus mengusapi
jarinya dengan tanganku.
Aku kemudian membimbing dia untuk duduk di
kursi meja makan, sambil tanganku tak
melepaskan tangannya. Sedangkan aku berdiri
persis di sampingnya.
"Udah nggak apa-apa kok Mas, Makasih ya,"
katanya sambil menarik tangannya dari
genggamanku.
Kali ini ia berhasil melepaskannya.
"Makanya jangan ngelamun dong. Kamu lagi
inget Ma si Novan ya?" godaku sambil
menepuk-nepuk lembut pundaknya.
"Yee, nggak ada hubungannya, tau," jawabnya
cepat sambil mencubit punggung lenganku
yang masih berada dipundaknya.
Kami memang akrab, karena umurku dengan
dia hanya terpaut 4 tahun saja. Aku saat ini 27
tahun, istriku yang juga kakak dia 25 tahun,
sedangkan adik iparku ini 23 tahun.
"Mas boleh tanya nggak. Kalo cowok udah
deket Ma temen cewek barunya, lupa nggak sih
Ma pacarnya sendiri?" tanyanya tiba-tiba sambil
menengadahkan mukanya ke arahku yang
masih berdiri sejak tadi.
Sambil tanganku tetap meminjat-mijat pelan
pundaknya, aku hanya menjawab,
"Tergantung."
"Tergantung apa Mas?" desaknya seperti
penasaran.
"Tergantung, kalo si cowok ngerasa temen
barunya itu lebih cantik dari pacarnya, ya bisa
aja dia lupa Ma pacarnya," jawabku sekenanya
sambil terkekeh.
"Kalo Mas sendiri gimana? Umpamanya gini,
Mas punya temen cewek baru, trus tu cewek
ternyata lebih cantik dari pacar Mas. Mas bisa
lupa nggak Ma cewek Mas?" tanya dia.
"Hehe," aku hanya ketawa kecil aja mendengar
pertanyaan itu.
"Yee, malah ketawa sih," katanya sedikit
cemberut.
"Ya bisa aja dong. Buktinya sekarang aku deket
Ma kamu, aku lupa deh kalo aku udah punya
istri," jawabku lagi sambil tertawa.
"Hah, awas lho ya. Ntar Yeyen bilangan lho Ma
Mbak Ratri," katanya sambil menahan tawa.
"Gih bilangin aja, emang kamu lebih cantik dari
Mbak kamu kok," kataku terbahak, sambil
tanganku mengelus-ngelus kepalanya.
"Huu, Mas nih ditanya serius malah becanda."
"Lho, aku emang serius kok Yen," kataku sedikit
berpura-pura serius. Kini belaian tanganku di
rambutnya, sudah berubah sedikit menjadi
semacam remasan-remasan gemas.
Dia tiba-tiba berdiri.
"Yeyen mo lanjutin masak lagi nih Mas. Makasih
ya dah diobatin," katanya.
Aku hanya membiarkan saja dia pergi ke arah
dapur kembali. Lama aku pandangi dia dari
belakang, sungguh cantik dan sintal banget
body dia. Begitu pikirku saat itu. Aku mendekati
dia, kali ini berpura-pura ingin membantu dia.
"Sini biar aku bantu," kataku sambil meraih
beberapa lembar tempe dari tangannya.
Yeyen seolah tak mau dibantu, ia berusaha tak
melepaskan tempe dari tangannya.
"Udah ah, nggak usah Mas," katanya sambil
menarik tempe yang sudah aku pegang
sebagian.
Saat itu, tanpa kami sadari ternyata cukup lama
tangan kami saling menggenggam. Yeyen
nampak ragu untuk menarik tangannya dari
genggamanku. Aku melihat mata dia, dan tanpa
sengaja pandangan kami saling bertabrakan.
Lama kami saling berpandangan.
Perlahan mukaku kudekatkan ke muka dia. Dia
seperti kaget dengan tingkahku kali ini, tetapi tak
berusaha sedikit pun menghindar. Kuraih kepala
dia, dan kutarik sedikit agar lebih mendekat ke
mukaku. Hanya hitungan detik saja, kini bibiku
sudah menyentuh bibirnya.
"Maafin aku Yen," bisiku sambil terus berusaha
mengulum bibir adik iparku ini.
Yeyen tak menjawab, tak juga memberi respon
atas ciumanku itu. Kucoba terus melumati bibir
tipisnya, tetapi ia belum memberikan respon
juga. Tanganku masih tetap memegang bagian
belakang kepala dia, sambil kutekankan agar
mukanya semakin rapat saja dengan mukaku.
Sementara tangaku yang satu, kini mulai
kulingkarkan ke pinggulnya dan kupeluk dia.
"Sshh," Yeyen seperti mulai terbuai dengan
jilatan demi jilatan lidahku yang terus
menyentuh dan menciumi bibirnya.
Seperti tanpa ia sadari, kini tangan Yeyen pun
sudah melingkar di pinggulku. Dan lumatanku
pun sudah mulai direspon olehnya, walau
masih ragu-ragu.
"Sshh," dia mendesah lagi.
Mendengar itu, bibirku semakin ganas saja
menjilati bibir Yeyen. Perlahan tapi pasti, kini dia
pun mulai mengimbangi ciumanku itu.
Sementara tangaku dengan liar meremas-
remas rambutnya, dan yang satunya mulai
meremas-remas pantat sintal adik iparku itu.
"Aahh, mass," kembali dia mendesah.
Mendengar desahan Yeyen, aku seperti semakin
gila saja melumati dan sesekali menarik dan
sesekali mengisap-isap lidahnya. Yeyen semakin
terlihat mulai terangsang oleh ciumanku. Ia
sesekali terlihat menggelinjang sambil sesekali
juga terdengar mendesah.
"Mas, udah ya Mas," katanya sambil berusaha
menarik wajahnya sedikit menjauh dari
wajahku.
Aku menghentikan ciumanku. Kuraih kedua
tangannya dan kubimbing untuk
melingkarkannya di leherku. Yeyen tak menolak,
dengan sangat ragu-ragu sekali ia
melingkarkannya di leherku.
"Yeyen takut Mas," bisiknya tak jauh dari
ditelingaku.
"Takut kenapa, Yen?" kataku setengah berbisik.
"Yeyen nggak mau nyakitin hati Mbak Ratri
Mas," katanya lebih pelan.
Aku pandangi mata dia, ada keseriusan ketika ia
mengatakan kalimat terakhir itu. Tapi, sepertinya
aku tak lagi memperdulikan apa yang dia
takutkan itu. Kuraih dagunya, dan kudekatkan
lagi bibirku ke bibirnya. Yeyen dengan masih
menatapku tajam, tak berusaha berontak ketika
bibir kami mulai bersentuhan kembali. Kucium
kembali dia, dan dia pun perlahan-lahan mulai
membalas ciumanku itu. Tanganku mulai
meremas-remas kembali rambutnya.
Bahkan, kini semakin turun dan terus turun
hingga berhenti persis di bagian pantatnya.
Pantanya hanya terbalut celana pendek tipis saja
saat aku mulai meremas-remasnya dengan
nakal.
"Aahh, Mas," desahnya.
Mendengar desahannya, tanganku semakin liar
saja memainkan pantat adik iparku itu.
Sementara tangaku yang satunya, masih
berusaha mencari-cari payudaranya dari balik
kaos oblongnya. Ah, akhirnya kudapati juga
buah dadanya yang mulai mengeras itu.
Dengan posisi kami berdiri seperti itu, batang
penisku yang sudah menegang dari tadi ini,
dengan mudah kugesek-gesekan persis di
mulut vaginanya. Kendati masih sama-sama
terhalangi oleh celana kami masing-masing,
tetapi Yeyen sepertinya dapat merasakan sekali
tegangnya batang kemaluanku itu.
"Aaooww Mas," ia hanya berujar seperti itu
ketika semakin kuliarkan gerakan penisku persis
di bagian vaginanya. Tanganku kini sudah
memegang bagian belakang celana pendeknya,
dan perlahan-lahan mulai kuberanikan diri untuk
mencoba merosotkannya. Yeyen sepertinya tak
protes ketika celana yang ia kenakan semakin
kulorotkan.
Otakku semakin ngeres saja ketika seluruh
celananya sudah merosot semuanya di lantai. Ia
berusaha menaikan salah satu kakinya untuk
melepaskan lingkar celananya yang masih
menempel di pergelangan kakinya. Sementara
itu, kami masih terus berpagutan seperti tak
mau melepaskan bibir kami masing-masing.
Dengan posisi Yeyen sudah tak bercelana lagi,
gerakan-gerakan tanganku di bagian pantatnya
semakin kuliarkan saja. Ia sesekali
menggelinjang saat tanganku meremas-
remasnya.
Untuk mempercepat rangsangannya, aku raih
salah satu tanganya untuk memegang batang
zakarku kendati masih terhalang oleh celana
jeansku. Perlahan tangannya terus kubimbing
untuk membukakan kancing dan kemudian
menurunkan resleting celanaku. Aku sedikit
membantu untuk mempermudah gerakan
tangannya. Beberapa saat kemudian, tangannya
mulai merosotkan celanaku. Dan oleh tanganku
sendiri, kupercepat melepaskan celana yang
kupakai, sekaligus celana dalamnya.
Kini, masih dalam posisi berdiri, kami sudah tak
lagi memakai celana. Hanya kemejaku yang
menutupi bagian atas badanku, dan bagian atas
tubuh Yeyen pun masih tertutupi oleh kaosnya.
Kami memang tak membuka itu. Tanganku
kembali membimbing tangan Yeyen agar
memegangi batang zakarku yang sudah
menegang itu.
Kini, dengan leluasa Yeyen mulai memainkan
batang zakarku dan mulai mengocok-
ngocoknya perlahan. Ada semacam tegangan
tingi yang kurasakan saat ia mengocok dan
sesekali meremas-remas biji pelerku itu.
"Oohh," tanpa sadar aku mengerang karena
nikmatnya diremas-remas seperti itu.
"Mas, udah Mas. Yeyen takut Mas," katanya
sambil sedikit merenggangkan genggamannya
di batang kemaluanku yang sudah sangat
menegang itu.
"Aahh," tapi tiba-tiba dia mengerang sejadinya
saat salah satu jariku menyentuh klitorisnya.
Lubang vagina Yeyen sudah sangat basah saat
itu.
Aku seperti sudah kerasukan setan, dengan liar
kukeluar-masukan salah satu jariku di lubang
vaginanya.
"Aaooww, mass, een, naakk.." katanya mulai
meracau. Mendengar itu, birahiku semakin tak
terkendali saja.
Perlahan kuraih batang kemaluanku dari
genggamannya, dan kuarahkan sedikit demi
sedikit ke lubang kemaluan Yeyen yang sudah
sangat basah.
"Aaoww, aaouuww," erangnya panjang saat
kepala penisku kusentuh-sentukan persis di
klitorisnya.
"Please, jangan dimasukin Mas," pinta Yeyen,
saat aku mencoba mendorong batang zakarku
ke vaginanya.
"Nggak Papa Yen, sebentaar aja," pintaku sedikit
berbisik ditelinganya.
"Yeyen takut Mas," katanya berbisik sambil tak
sedikit pun ia berusaha menjauhkan vaginanya
dari kepala kontolku yang sudah berada persis
di mulut guanya.
Tangan kiri Yeyen mulai meremas-remas
pantatku, Sementara tangan kanannya seperti
tak mau lepas dari batang kemaluanku itu.
Untuk sekedar membuatnya sedikit tenang, aku
sengaja tak langsung memasukan batang
kemaluanku. Aku hanya meminta ia
memegangi saja.
"Pegang aja Yen," kataku pelan.
Yeyen yang saat itu sebenarnya sudah terlihat
bernafsu sekali, hanya mengangguk pelan
sambil menatapku tajam. Remasan demi
remasan jemari yeyen di batang zakarku, dan
sesekali di buah zakarnya, membuatku
kelojotan.
"Aku udah gak tahan banget Yen," bisikku pelan.
"Yeyen takut banget Mas," katanya sambil
mengocok-ngocok lembut kemaluanku itu.
"Aahh," aku hanya menjawabnya dengan
erangan karena nikmatnya dikocok-kocok oleh
tangan lembut adik iparku itu.
Kembali kami saling berciuman, sementara
tangan kami sibuk dengan aktivitasnya masing-
masing. Saat bersamaan dengan ciuman kami
yang semakin memanas, aku mencoba kembali
untuk mengarahkan kepala kontolku ke lubang
vaginanya. Saat ini, Yeyen tak berontak lagi.
Kutekan pantat dia agar semakin maju, dan saat
bersamaan juga, tangan Yeyen yang sedang
meremas-remas pantatku perlahan-lahan mulai
mendorongnya maju pantatku.
"Kita sambil duduk, sayang," ajaku sambil
membimbing dia ke kursi meja makan tadi. Aku
mengambil posisi duduk sambil merapatkan
kedua pahaku. Sementara Yeyen kududukan di
atas kedua pahaku dengan posisi pahanya
mengangkang.
Sambil kutarik agar dia benar-benar duduk di
pahaku, tanganku kembali mengarahkan batang
kemaluanku yang posisinya tegak berdiri itu
agar pas dengan lubang vagina Yeyen. Ia
sepertinya mengerti dengan maksudku, dengan
lembut ia memegang batang kemaluanku
sambil berupaya mengepaskan posisi lubang
vaginanya dengan batang kemaluanku.
Dan bless, perlahan-lahan batang kemaluanku
menusuk lubang vagina Yeyen.
"Aahh, aaooww, mass," Yeyen mengerang
sambil kelojotan badannya.
Kutekan pinggulnya agar dia benar-benar
menekan pantatnya. Dengan demikian, batang
kontolku pun akan melesak semuanya masuk
ke lubang vaginanya.
"Yeenn," kataku.
"Aooww, ter, russ mass.., aahh.." pantatnya
terus memutar seperti inul sedang ngebor.
"Ohh, nik, nikmat banget mass.." katanya lagi
sambil bibirnya melumati mukaku.
Hampir seluruh bagian mukanku saat itu ia jilati.
Untuk mengimbangi dia, aku pun menjilati dan
mengisap-isap puting susunya. Darahku
semakin mendidih rasanya saat pantatnya terus
memutar-mutar mengimbangi gerakan naik-
turun pantatku.
"Mass, Yee, Yeeyeen mau," katanya terputus.
Aku semakin kencang menaik-turunkan gerakan
pantatku.
"Aaooww mass, please mass" erangnya
semakin tak karuan.
"Yee, Yeyeen mauu, kee, kkeeluaarr mass," ia
semakin meracau.
Namun tiba-tiba, "Krriingg.."
"Aaooww, Mas ada yang datang Mas.." bisik
Yeyen sambil tanpa hentinya mengoyang-
goyangkan pantatnya.
"Yenn," suara seseorang memanggil dari luar.
"Cepetan buka Yenn, aku kebelet nih," suara itu
lagi, yang tak lain adalah suara Ratri kakaknya
sekaligus istriku.
"Hah, Mbak Ratri Mas," katanya terperanjat.
Yeyen seperti tersambar petir, ia langsung pucat
dan berdiri melompat meraih celana dalam dan
celana pendeknya yang tercecer di lantai dapur.
Sementara aku tak lagi bisa berkata apa-apa,
selain secepatnya meraih celana dan
memakainya. Sementara itu suara bel dan
teriakan istriku terus memanggil.
"Yeenn, tolong dong cepet buka pintunya. Mbak
pengen ke air nih," teriak istriku dari luar sana.
Yeyen yang terlihat panik sekali, buru-buru
memakai kembali celananya, sambil berteriak,
"Sebentarr, sebentar Mbak.."
"Mas buruan dipake celananya," Yeyen masih
sempet menolehku dan mengingatkanku untuk
secepatnya memakai celana.
Ia terus berlari ke arah pintu depan, setelah
dipastikan semuanya beres, ia membuka pintu.
Aku buru-buru berlari ke arah ruang televisi dan
langsung merebahkan badan di karpet agar
terlihat seolah-olah sedang ketiduran.
"Gila," pikirku.
"Huu, lama banget sih buka pintunya? Orang
dah kebelet kayak gini," gerutu istriku kepada
Yeyen sambil terus menyelong ke kamar
mandi.
"Iya sori, aku ketiduran Mbak," kata Yeyen
begitu istriku sudah keluar dari kamar mandi.
"Haa, leganyaa," katanya sambil meraih gelas
dan meminum air yang disodorkan oleh
adiknya.
"Mas Jeje mana Yen?"
"Tuh ketiduran dari tadi pulang ngantor di situ,"
kata Yeyen sambil menunjuk aku yang sedang
berpura-pura tidur di karpet depan televisi.
"Ya ampun, Mas kok belum ganti baju sih?" kata
istriku sambil mengoyang-goyangkan tubuhku
dengan maksud membangunkan.
"Pindah ke kamar gih Mas," katanya lagi.
Aku berpura-pura ngucek-ngucek mata, agar
kelihatan baru bangun beneran. Aku tak
langsung masuk kamar, tapi menyolong ke
dapur mengambil air minum.
"Lho katanya pulang ntar abis magrib, kok baru
jam setengah lima udah pulang? Kamu pulang
pake apa?" tanyaku berbasa-basi pada istriku.
"Nggak jadi rapatnya Mas. Pake taksi barusan,"
jawab dia.
"Lho, kamu lagi masak toh Yen? Kok belum
kelar gini dah ditinggal tidur sih?" kata istriku
kepada Yeyen setelah melihat irisan-irisan tempe
berserakan di meja dapur.
"Mana berantakan, lagi," katanya lagi.
"Iya tadi emang lagi mo masak. Tapi nggak
tahan ngantuk. Jadi kutinggal tidur aja deh,"
Yeyen berusaha menjawab sewajarnya sambil
senyum-senyum.
Sore itu, tanpa mengganti pakaiannya dulu,
akhirnya istrikulah yang melanjutkan masak.
Yeyen membantu seperlunya. Sementara itu,
aku hanya cengar-cengir sendiri saja sambil
duduk di kursi yang baru saja kupakai berdua
dengan Yeyen bersetubuh, walau belum
sempat mencapai puncaknya.
"Waduh, kasihan Yeyen. Dia hampir aja sampai
klimaksnya padahal barusan, eh keburu datang
nih mbaknya," kataku sambil nyengir melihat
mereka berdua yang lagi masak.
TAMAT


Adult | GO HOME | Exit
1/1259
U-ON

inc Powered by Xtgem.com